Rabu, 17 Februari 2010

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU HUKUM DAN IMPLIKASINYA TERHADAP SYSTEM HUKUM SERTA HUKUM KETATANEGARAAN TIMOR LESTE

PAPER INI DI PERSIAPKAN

OLEH

ADILSONIO DA COSTA JUNIOR

MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNPAS

DI PRESENTASIKAN PADA PERTEMUAN (IV)

DISKUSI LEPAS T3

DI

BANDUNG, LENGKONG-ZONA AZUL, 21-FEBRUARI-2010


JUDUL MATERI

TENTANG

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU HUKUM DAN IMPLIKASINYA TERHADAP SYSTEM HUKUM SERTA HUKUM KETATANEGARAAN TIMOR LESTE

( SUATU KAJIAN NORMATIF SOSIOLOGIS )

1.0. Sejarah Ilmu Hukum

1.1. Latar Belakang

Pada hakekatnya perkembangan ilmu hukum di dunia, berawal dan berlangsung tidak terlepas dari eksistensi kehidupan manusia itu sendiri. tidak mengherankan ketika individu-individu dalam suatu kelompok masyarakat selalu berkeinginan untuk hidup bermasyarakat dan dengan sifat ketergantungan baik antara individu, yang satu dengan yang lain maupun antara kelompok dengan individu dalam kehidupan masyarakat itu sendiri.

Sifat-sifat keinginan manusia untuk bermasyarakat dimana, sebagai mahkluk sosial yang saling membutuhkan (Zoon Politicon) yang bersifat alamiah, sebagaimana di utarakan oleh Aristoteles dimana pemikir sosiolog ini, objektive dan realistic dalam membangun teorinya secara empirik.

Berangkat dari perilaku dan sifat-sifat manusia di atas, penulis berpendapat bahwa hal tersebut tetap tidak terhindar dari nalurih kekuasaan dan keserakahan dari individu atau kelompok yang satu dengan kelompok yang lain, dengan tujuan superiotitas atau mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi derajatnya dalam lingkungan kehidupan masyarakat kekuasaannya.

Agar terhindar dari benturan kepentingan dan sifat keserahkahan manusia atau kelompok untuk berkuasa, sebagaimana dalam Adigium yang di kembangkan oleh Thomas Hobbes yang sangat terkenal seperti Homo Hommini Lupus, (manusia yang satu adalah serigala bagi manusia yang lainnya) tentu di butuhkan sebuah perangkat (Hukum) untuk mengimbangi dan menjamin hak-hak fundamental yang di miliki oleh setiap orang agar tidak dapat di langgar atau di tindas oleh pihak yang berkuasa.

1.2. Definisi Ilmu hukum

Demikian dalam kajian Ilmu hukum juga menjelaskan beberapa definisi tentang ilmu hukum itu sendiri, seperti pemikiran para pakar hukum misalnya;

CROSS, mendefinisikan bahwa yang di maksud dengan Ilmu hukum adalah segala pengetahuan hukum yang mempelajari tentang segala bentuk dan manisfestasinya.

CURZON, mendefinisikan bahwa ilmu hukum adalah suatu ilmu yang mencakup dan membicarakan segala hal yang berhubungan dengan hukum.

Dari pendefinisian ilmu hukum di atas, mengambarkan bahwa ternyata ilmu hukum mempunyai objek kajian yang relatif jauh lebih luas, sehingga batas, batasnya tidak dapat ditentukan.

Demikian menurut hemat penulis bahwa ilmu hukum tidak sebatas melakukan kajian atau membicarakan proses pembentukan peraturan perundang-undangan semata, akan tetapi melakukan berbagai studi kajian seperti filsafatnya, sejarah perkembangan hukum dari zaman yang dulu hingga pada suatu kajian studi hukum kontemporer, demikian pula hukum melihat fungsi-fungsi hukum itu sendiri pada tingkat peradaban kehidupan manusia.

Jadi ilmu hukum tidak hanya mempersoalkan tatanan hukum yang berlaku di sutau negara, namun dapat di mentahkan bahwa subyek dari ilmu hukum adalah hukum sebagai suatu fenomena dari kehidupan manusia dimana saja dan kapan saja. dengan demikian hukum dilihat sebagai Suatu fenomena Universal dan Bukan lokal atau Regional (Satjipto Raharjo 1983;5)

1.3. Cabang-Cabang Ilmu Hukum

Dengan melihat konsep pemikiran di atas, dapat memberikan suatu kerangka dasar dan gambaran umum tentang studi kajian ilmu hukum itu sendiri, sehingga penulis mengambil sebuah catatan singkat dari uraian studi ilmu hukum sebagaimana di utarakan oleh beberapa pemikir hukum di atas bahwa ilmu hukum tetap membahas beberapa cabang ilmu hukum dengan kajian yuridis seperti;

  1. Sejarah Hukum
  2. Sosiologis Hukum
  3. Filsafat Hukum
  4. Perbandingan Hukum,. Dst,..

Maka dapat di simak bahwa yang menjadi studi kajian Ilmu hukum dalam realitas kehidupan manusia adalah fenomena sosial dan yuridis yang tidak terlepas dari beberapa cabang ilmu hukum dimaksud.

2.1. Tradisi Hukum Dunia

2.2. Gambaran Umum tetang System hukum di Dunia

Dalam kajian system hukum ini, penulis ingin memaparkan beberapa tradisi hukum yang sementara ini di akui oleh berbagai negara di dunia, dengan mencoba melakukan suatu studi komparatif tentang negara-negara mana yang mempunyai system hukum yang sama dan negara mana yang mempunyai system hukum yang berbeda, serta kriteria-kriteria menurut konsep hukum tentang pembedaan tradisi hukum suatu negara.

Dengan demikian perbandingan hukum yang lebih komprehensif jika yang di perbandingkan bukan hanya system hukum akan tetapi hukum dalam system hukum atau tradisi hukum (Legal Tradition) yang berbeda. perlu disimak bahwa di dunia ini terdapat beberapa tradisi hukum atau yang sering disebut dengan istilah “system hukum” (legal system) atau “Keluarga hukum“ (Legal family).

2.3. Kriteria Pembedaan System Hukum

Dalam Teori hukum menjelaskan bahwa ada beberapa kriteria yang selalu dijadikan sebagai kerangka acuan formal untuk membedakan System atau tradisi hukum di dunia, hal dimasud sebagai berikut;

  1. Kriteria Ideologi; misalnya apakah berdasarkan pada kebudayaan agama atau sekuler, berdasarkan kepada filsafat, ekonomi sosial dan sebagainya
  2. Kriteria teknik hukum; yang dalam hal ini masih dikelompokan dalam kategori yang sama bagi yang mempunayi teknik hukum yang sama
  3. Krietria Historis; yang dalam hal ini jika dilihat kepada sejarah hukum dari negara tersebut hukum di negara tertentu berasal dari sistem hukum yang mana
  4. Kriteia kawasan; yang dalam hal ini masing-masing dikelompokan menurut wilayah geografis, dimana negara tersebut berada, misalnya hukum dari kawasan Afrika, Asia Timur, Timur tengah, Scandinavia dan lain-lain
  5. Kriteria ras; yang dalam hal ini dibagi sesuai dengan ras bangsa yang bersangkutan.

Dengan menyimak beberapa kriteria yuridis tentang pembedahan system/tradisi hukum sebagaimana dimaksud di atas, serta sejarah perkembangan system/tradisi hukum di dunia seperti, System Hukum Eropa Kontinental, Anglo Saxon, Sosialis, Kedaerahan dan agama.

Menyimak pada pembagian ke lima tradisi hukum ini dapat digambarkan bahwa hanya ada dua tradisi hukum yang paling di akui dan berlaku di berbagai negara di dunia seperti Tradisi hukum Eropa Kontinental dengan Anglo Saxon, namun hal ini tidak berarti bahwa dengan pemberlakuan kedua tradisi hukum dimaksud menghilangkan atau mengeliminasi dan membatasi ketiga tradisi hukum lainnya. karena ketiga tradisi hukum tersebut masih tetap diakui di negara-negara penganut namun tidak mempunyai pengaruh yang lebih luas seperti tradisi hukum Eropa Kontinental dan Anglo Saxon.

2.4. Tinjaun Historis Tentang Kelima Tradisi Hukum

Dalam kajian ini sengaja di kedepankan sejarah kelima tradisi hukum yang ada di dunia untuk di bahas secara lebih komprehensif;

  1. Tradisi Hukum Eropa Kontinental; merupakan tradisi hukum tertua yang lahir pada tahun 450 sebelum masehi dimana paling banyak berpengaruh di seluruh dunia, dan tradisi hukum ini mengambil sebagai dasarnya adalah Hukum Romawi; yang di anut oleh Perancis dan sebagaian besar negara eropa bekas negara jajahannya seperti; Spanyol, Italia, Belanda, Portugal dan beberapa negara di Asia misalnya Indonesia dan Timor Leste. (Sebagian Negara Skandinavia)

Dalam Implementasi hukumnya selalu mengunakan dan mengandalkan kitab undang-undang (CODE) sebagai dasar hukum utamanya. karena mengunakan undang-undang sebagai sumber hukum utamanya maka sistem hukum romawi sangat mengandalkan unsur-unsur logis dan sistematika berfikir seprti yang di ungkapkan oleh D’ Aguesseau bahwa roma di atur oleh akal pikiran dan tidak lagi di atur oleh penguasa. “Rome was rulling by her reason, having ceased to rule by her outhority”

  1. Tradisi hukum Anglo Saxon atau disebut juga dengan “Common law” atau anglo Amerika, lahir pada tahun 1066 masehi yakni masa the Norman Quenqist berasal dari hukum inggris, tradisi hukum ini juga berlaku di beberapa negara bekas jajahan inggris seperti, Amerika, Australia, India, Malaysia dan Singgapore.

tradisi hukum anglo saxon ini , mengandalkan Yurisprudensi, sebagai sumber hukum utamanya sehingga dalil-dalilnya bergerak dari kasus-kasus yang nyata dalam masyarakat.

  1. Tradisi Hukum Sosialis, merupakan tradisi hukum yang paling mudah di dunia yang lahir sejak revolusi Bolchevick di Rusia, pada awal abad ke (XX) pada tahun 1917, karena itu sistem hukum ini banyak di anut oleh negara-negara yang berhaluan komunis atau sosialis, seperti; Rusia dan negara-negara pecahan Uni soviet, Cina, Cuba dan lain-lain.

dasar dari tradisi hukum sosialis ini adalah tradisi hukum eropa kontinental dan hukum adat di negara masing-masing yang kemudian di pengarihu oleh ideologi Komunis. dengan sasaran utama adalah menghilangkan sifat borjois dalam suatu sistem hukum yakni dengan menghilangkan ketidak adilan ekonomi dan sosial dalam hukum.

  1. Tradisi Hukum kedaerahan, yakni tradisi hukum yang berdasarkan atas hukum asli daerah/negara/kawasan terntentu misanya; hukum cina yang berdasarkan hukum adat cina berlaku di negeri cina dan kawasan sekitarnya.
  2. Tradisi hukum yang berdasarkan atas agama; dalam hal ini agama mengarahkan perkembangan hukum tersebut, sehingga daya berlakunya cukup terjamin berhubung urusannya adalah urusan dengan tuhan sehingga para penganut tidak meninggalkan hukum seperti ini, hukum-hukum agama tersebut yang paling agresif dan luas pengaruh di dunia adalah hukum islam yang kaidah-kaidahnya didasarkan atas Kitab suci Alqur an dan sunnah nabi muhhamad.

Dari uraian singkat tentang sejarah perkembangan Tradisi hukum sebagaimana dimaksud di atas, tentu membuka sebuah wahana baru dengan demikian kita dapat memahami dan mempelajari system hukum yang berlaku dalam suatu negara dengan studi kajian yang lebih komprehensif.

2.5. Perkembangan hukum dan Sistem Hukum Ketata Negaraan Timor

Leste.

Sejarah perkembangan hukum di Timor Leste juga tidak terlepas dari pemberlakuan hukum dari negara suksesor atau negara kolonial, yang mana negara Timor Leste dalam masa peralihan atau transisi di bawah pemerintahan administratif PBB UNTAET, masih tetap mengakui segala segala pemberlakuan hukum peninggalan negara penjajah seperti dalam Regulasi UNTAET No. 25/1999 menjelaskan bahwa hukum yang pernah berlaku masih tetap berlaku sepnjang tidak bertentangan dengan konstitusi dan prinsip-prinsip standar hukum Internasional, demikian juga dalam Konstitusi Timor Leste, pasal (165) menyatakan bahwa “Hukum yang pernah berlaku di Timor Leste masih tetap berlaku sebelum ada perubahan dan tidak bertentangan dengan Konstitusi Timor Leste dan prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan”

Dengan demikian hal-hal dimaksud menjadi dasar fundamental bahwa pemberlakuan dan di akuinya hukum negara kolonial, masih tetap di implementasikan meskipun dalam sistem hukum ketatanegaraan berbeda, diamana Pemerintah Timor Leste menganut sistem pemerintahan Semi Presidensial yang mengalami jalan tengah dari Parlamenter dan Presidensial (Koasi) sedangkan bila dibandingkan dengan pemerintah Indonesia yang menganut sistem pemerintahan Presidensial.

Sesuai dengan latar belakang uraian historis tentang pemberlakuan hukum di Timor Leste, penulis ingin memaparkan beberapa teori tetang bentuk negara dan bentuk pemerintahan berdasarkan dengan konsep pemikiran para pakar sebagai berikut;

1. teori bentuk negara, bermaksud membahas sistem penjelmaan politis dari pada unsur-unsur negara

2. teori bentuk pemerintahan adalah meninjau bentuk negara secara yuridis, yang bermaksud untuk mengungkapkan sistem yang menentukan hubungan antara alat-alat perlengkapan negara yang tertinggi dalam menentukan kebijaksanaan kenegaraan sebagaiamana dapat di ketemukan dalam konstitusi negara.

karena itu bentuk pemerintah kadang kala disebut sistem pemerintahan yang merupakan susunan yang terdiri dari bagian-bagian-bagian yang salaing berkaiatan dan teratur dan terenscana untuk mencapai tujuan.

3. Susunan negara adalah; juga menyangkut bentuk negara yang ditinjau dari segi susunannya yaitu berupa negara yang tersusun tunggal dan bersusun jamak.

2.6. Bentuk Negara dan Bentuk Pemerintahan

2.6.1. Bentuk negara.

Konsep negara menurut Nicolo Machiavelli dengan bukunya II Principle artinya sang raja menyatakan bentuk negara bila tidak Republik, maka lainnya Monarchie Nicolo Machiavelli memberikan pendapat awal tentang bentuk negara republik dan Monarchi.

2.6.2 Bentuk Pemerintahan.

Bentuk pemerintahan atau sistem pemerintahan ada Tiga macam

  1. Bentuk pemerintahan dimana adanya hubungan yang erat antara esksekutif dengan Parlamen, Eksekutif dan Parlamen saling tergantung satu dengan yang lainnya. eksekutif yang dipimpin oleh seorang perdana mentri dibentuk oleh parlamen dan partai atau organisasi yang mayoritas di parlamen dalam hal ini rakyat tidak langsung memilih perdana menteri dan kabinetnya tetapi hanya memilih anggota parlamen. dengan terpilihnya parlamen akan terbentuk eksekutif (Kabinet), karena itu pula kabinet bertanggung jawab dan tunduk pada parlamen dan kabinet akan jatuh apabilah dukungan tidak mencapai mayoritas di parlamen. sebaliknya kepalah negara dapat membubarkan parlamen atas permintaan perdana menteri yang disusul dengan penyelenggaraan pemilihan umum. bentuk pemerintahan seperti ini disebut sistem pemerintahan parlamentar.
  2. Bentuk pemerintahan dimana ada pemisahan yang tegas antara badan legislatif (Parlamen dengan Eksekutif dan juga dengan badan Yudikatif. menurut bentuk pemerintahan seperti ini, Presiden sebagai kepalah negara sekaligus menjadi kepalah Eksekutif. Presiden tidak dipilih oleh Parlamen tetapi Presiden beserta Parlamen sama-sama dipilih secara langsung oleh rakyat melalui suatu pemilihan. karena itu Presiden tidak bertanggung jawab kepada Parlamen sehingga Presiden dan kabinetnya tidak dapat dijatuhkan oleh Parlamen sebaliknya Presiden pun tidak bisa membubarkan Parlamen, kedua Lembaga ini melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan Konstitusi, dan berakhir pada masa jabatannya, kecuali mereka di berhentikan karena perbuatan tercelah atau tidak senonoh, misalnya dengan impeachment untuk Presiden bentuk Pemerintahan seperti ini disebut Sistem Pemerintahan Presidensil (Fixed Excecutive).

Sistem presidensil berasil dari amerika serikat, disana diterpakan Asas Trias Politika dari Montesquie dengan sistem check and balance

  1. Bentuk Pemerintahan dengan pengawasan langsung oleh rakyat terhadap badan Legislative (Swiss System)

dalam sistem ini Parlamen tunduk kepada kontrol langsung dari rakyat, kontrol ini dilakukan dengan dua cara;

Ø Referendum adalah; sustu kegiatan politik yang dilakukan oleh rakyat untuk memberikan keputusan setuju atau menolak terhadap kebijaksanaan yang ditempuh oleh parlamen setujuh atau tidak terhadap kebijakan yang dimintakan persetujuannya kepada rakyat

Ø Usulan inisistif rakyat; yaitu hak rakayat untuk mengajukan suatu rancangan undang-undang kepada parlamen dan pemerintah..

2.6.3. Susunan Negara

Negara jika di tinjau dari susunannya akan menimbulkan dua kemungkinan bentuk yaitu;

Ø Kesatuan; ini adalah negara yang berususunan tunggal.

Ø Negera Federasi ini adalah negara yang bersusunan jamak.

Berangkat dari konsep dasar tentang bentuk negara dan pemerintahan di atas, penulis mencoba memilah apakah, pemerintah Timor Leste benar-benar menjalankan konsep negara yang disebut Semi presidensil (Koasi), atau Parlamenter. karena sesuai dengan realitas dan implementasinya menurut hemat penulis ternyata Pemerintah Timor leste cenderung menjalankan sistem parlamenter, ketimbang sistem pemerintahan koasi hal ini dapat kita ketahui dalam implementasi fungsi lembaga-lembaga negara yang ada seperti lembaga Eksekutif/Perdana Menteri, Lembaga Legislatif/Parlamen Lembaga Yudisial dan Lembaga Kepresidenan.

Dalam implementasi fungsi dan kewenangan setiap lembaga negara di Timor Leste yang idealnya dimana masing-masing lembaga negara seperti Parlamen, Eksekutive, Yudikatif dan Lembaga Presiden saling mengontrol satu sama lain (separation of power) untuk menghindari adanya intervensi dan penyalah gunaan kekuasaan dan kewenangan dari setiap lembaga negara antara yang satu dengan yang lain.

Hal ini dapat kita ketahui dalam konsep TRIAS POLITIKA Montesquieu dalam bukunya spirit of laws (tahun 1748), dimana menjelaskan bahwa perlu adanya pemisahan kekuasaan antara Eksekutive legislatif dan yudikatif terutama untuk menjaga agar hak-hak rakyat tidak dilanggar, menumpunya ketiga kekuasaan ini pada satu tangan sangat berbahaya dan dapat menyebabkan inefisiensi, korupsi dan kesewenang-wenangan.

Timor Leste, perlu belajar dari konsep dimaksud hal ini dapat dilakukan apabilah pemimpin negara dan pelaksanaan fungsi lembaga-lembaga negara yang ada dapat menjalankan kewenangan dan tanggung jawabnya secara maksimal dan sesuai dengan ketentuan dasar atau Konstitusi yang berlaku di Timor Leste.

Sebab dalam kenyataannya bahwa tatanan hukum dan pemerintahan di Timor Leste terlihat masih sangat rapuh (Fragile system) dimana terjadi kepincangan mesin-mesin peradilan dalam melaksanakan fungsi penegakkan hukum dan keadilan, demikian pula lembaga pemerintah dan kepresidenan perlu di benahi sistemnya baik secara administratif maupun perangkat-perangkat normatifnya agar dapat mengikat semua aparatur pemerintah yang ada dan meminimalisir berbagai tindakan atau perbuatan yang dapat memalingkan uang rakyat secara lunak (soft action) demi kepentingan individu maupun kepentingan segelintir elit yang berkuasa.

Dengan demikian apabilah hal-hal yang telah diuraikan dapat di implementasikan secara baik dan efektif serta menghindari perbuatan-perbuatan tercelah dari pihak insider pemerintahan maka konsep tentang pemerintahan yang baik dan bersih (Good and Clean Governance) akan tercapai dengan baik dan dinamis.

2.3.6 4. Kesimpulan

Dari berbagai uraian di atas tentang persoalan yang berkaitan dengan masalah implementasi hukum dan, bagaimana membentuk suatu sistem pemerintahan yang bersih dan berwibawah penulis mengedepankan beberapa solusi alternatif sesuai dengan konsep tata kelolah pemerintahan dalam negara hukum berdasarkan doktrin Good Governance dengan beberapa elemen sebagai berikut;

  1. elemen keterbukaan (transparancy)
  2. elemen keadilan (justice)
  3. elemen akuntabilitas publik (public accountability)
  4. elemen responsabilitas (responsability)
  5. elemen pemerintahan yang bersih (clean government)
  6. elemen responsifitas (responsiveness)
  7. efektifitas dan eficiency (efectivity and eficiency)
  8. elemen prediktabilitas (predictability)
  9. elemen partisipasi publik (public partisipation)
  10. elemen pendekatan konsensus (consensus approach)
  11. elemen penegakkan hukum (law enforcement)
  12. elemen perlindungan yang sama (equal protection)
  13. elemen penghormatan terhadap prinsip-prinsip etika dan moralitas publik (ethical apprecitaion and public morality)
  14. elemen visi yang strategis (strategic vision)
  15. elemen partisipasi masyarakat (participation)
  16. elemen kompetensi dari pengelolaan pemerintah (cpmpetency)
  17. elemen pendekatan kesejahteraan rakyat (social welfare approach)

Demikian, alternatif yang di tawarkan di atas hendaknya dapat menjawab segala tuntutan seputar persoalan hukum dan bagaimana mengelolah sebuah pemerintahan dengan visi dan misi yang jelas untuk memberikan nilai kesejahteraan pada masyarakat Timor Leste melalui pelaksanaan suatu pemerintahan yang bersih dan berwibawah.

Semoga,.........................!!!!

Daftar Pustaka

  1. Teori negara hukum modern Rechtstaat, Dr. Munir., Fuady SH., MH., LL.M., Refika aditama, tahun 2009, hal 78-79 dan 104
  2. Konstitusi RDTL, Pasal 156
  3. Regulasi Untaet No. 25/1999 Bisa di baca di situs (http//www.regulasiuntaet.org)
  4. Ilmu negara, Prof. H. Abu Daud Busroh, S.H., Bumi Aksara, Tahun 2008, Hal 56-67
  5. Dasar-dasar Sosiologi Hukum “Makna Dialog antara hukum dan Masyarakat, Sabian Utsman., Pustaka Pelajar, tahun 2009, hal 18-19

Tidak ada komentar:

Posting Komentar